Senin, 04 Mei 2015

PANDANGAN HIDUP SOCRATES

TUGAS IV
ILMU BUDAYA DASAR
PANDANGAN HIDUP SOCRATES
Dosen                   : Auliya Ar Rahma


Oleh
Ira Rochimah
1C114882
1KA08

SISTEM INFORMASI
FAKULTAS ILMU KOMPUTER TEKNOLOGI INFORMASI
MEI 2015


BAB I
PENDAHULUAN

A.   Latar Belakang
Kata “filsafat” berasal dari bahasa Yunani kuno, yaitu dari kata “philos” dan “Shopia”. Philos artinya cinta yang sangat mendalan, dan sophia artinya kearifan atau kebijakan. Jadi arti filsafat secara hrfiah adalah cinta yang sangat mendalam terhadapat kearifan atau kebijakan. Filsafat dapat diartikan sebagai suatu pendirian hidup (individu) dan dapat juga disebut pandangan hidup (masyarakat).
Secara etimologi Kata Filsafat dalam bahasa arab adalah falsafah yang dalam bahasa inggris di kenal dengan istilah philosophy adalah bersal dari bahasa Yunani philosophia. Kata philosophia terdiri atas kata philein yag berarti cinta (love) dan sophia yang berarti kebijakasanaan (Wisdom), sehingga secara etimologi Filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love ofwisdom). Seorang Filsafat adalah pencinta atau pencari kebijaksanaan. secara terminology Arti terminologi maksudnya arti yang di kandung oleh istilah-istilah stemen “Filsafat”. Istilah filsafat menurut beberapa ahli sebagai berikut :
·         Plato ( 428 -348 SM ) : Filsafat tidak lain dari pengetahuan tentang segala yang ada.
·         Aristoteles ( (384 – 322 SM) : Bahwa kewajiban filsafat adalah menyelidiki sebab dan asas segala benda. Dengan demikian filsafat bersifat ilmu umum sekali. Tugas penyelidikan tentang sebab telah dibagi sekarang oleh filsafat dengan ilmu.
·         Cicero ( (106 – 43 SM ) : filsafat adalah sebagai “ibu dari semua seni “( the mother of all the arts“ ia juga mendefinisikan filsafat sebagai ars vitae (seni kehidupan )
·         Johann Gotlich Fickte (1762-1814 ) : filsafat sebagai Wissenschaftslehre (ilmu dari ilmu-ilmu , yakni ilmu umum, yang jadi dasar segala ilmu. Ilmu membicarakan sesuatu bidang atau jenis kenyataan. Filsafat memperkatakan seluruh bidang dan seluruh jenis ilmu mencari kebenaran dari seluruh kenyataan.
·        Paul Nartorp (1854 – 1924 ) : filsafat sebagai Grunwissenschat (ilmu dasar hendak menentukan kesatuan pengetahuan manusia dengan menunjukan dasar akhir yang sama, yang memikul sekaliannya .
·        Imanuel Kant ( 1724 – 1804 ) : Filsafat adalah ilmu pengetahuan yange menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan.
o   Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
o   Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
o   Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
o   Apakah yang dinamakan manusia ? (jawabannya Antropologi )
·        Notonegoro : Filsafat menelaah hal-hal yang dijadikan objeknya dari sudut intinya yang mutlak, yang tetap tidak berubah , yang disebut hakekat.
·        Driyakarya : filsafat sebagai perenungan yang sedalam-dalamnya tentang sebab-sebabnya ada dan berbuat, perenungan tentang kenyataan yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa yang penghabisan “.
·       Sidi Gazalba : Berfilsafat ialah mencari kebenaran dari kebenaran untuk kebenaran , tentang segala sesuatu yang di masalahkan, dengan berfikir radikal, sistematik dan universal.
·       Harold H. Titus (1979 ) : (1) Filsafat adalah sekumpulan sikap dan kepecayaan terhadap kehidupan dan alam yang biasanya diterima secara tidak kritis. Filsafat adalah suatu proses kritik atau pemikiran terhadap kepercayaan dan sikap yang dijunjung tinggi; (2) Filsafat adalah suatu usaha untuk memperoleh suatu pandangan keseluruhan; (3) Filsafat adalah analisis logis dari bahasa dan penjelasan tentang arti kata dan pengertian ( konsep ); Filsafat adalah kumpulan masalah yang mendapat perhatian manusia dan yang dicirikan jawabannya oleh para ahli filsafat.
·      Hasbullah Bakry : Ilmu Filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam mengenai Ke-Tuhanan, alam semesta dan manusia sehingga dapat menghasilkan pengetahuan tentang bagaimana sikap manusia itu sebenarnya setelah mencapai pengetahuan itu.

B.   Rumusan Masalah
a.     Biografi tokoh filsuf Socrates
b.     Pandangan hidup menurut Socrates


BAB II
ISI

A.   Biografi



Socrates (470 SM – 399 SM) adalah filsuf dari Athena, Yunani dan merupakan salah satu figur paling penting dalam tradisi filosofis Barat. Socrates lahir di Athena, tanggal 4 Juni 470 SM, dan merupakan generasi pertama dari tiga ahli filsafat besar di Yunani, yaitu Socrates, Plato dan Aristoteles. Plato dan Aristoteles merupakan murid Socrates. Ayah Socrates berprofesi sebagai pemahat patung dari batu (stone mason) bernama Sophroniscos. Ibunya adalah seorang bidan yang bernama Phainarete, dari sinilah Socrates menamakan metodenya berfilsafat dengan metode kebidanan. Socrates beristri seorang perempuan bernama Xantippe dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Ramprocles, Sophroniscos dan Menexene. Socrates adalah sosok tokoh filosuf yang penuh teka-teki dalam sejarah perkembangan filsafat. Ia tidak pernah menulis sebaris kalimatpun dalam sebuah tulisan.
Masa hidup Socrates sezaman dengan kaum sofis. Ia terkenal sebagai orang yang berbudi baik, jujur, dan adil. Cara menyampaikan pemikirannya kepada para pemuda ia menggunakan metode tanya jawab. Sebab itu ia memperoleh banyak simpati dari para pemuda di negerinya. Namun ia juga kurang disenangi oleh orang banyak dengan menuduhnya sebagai orang yang merusak moral para pemuda negerinya. Selain itu ia juga dituduh menolak dewa-dewa atau tuhan-tuhan yang telah diakui negara.
Kelanjutan dari tuduhan terhadap dirinya menjadikan ia diadili oleh pengadilan Athena. Dalam proses pengadilan ia mengatakan pembelaanya yang kemudian ditulis oleh Plato dalam naskahnya yang berjudul Apologi. Plato mngisahkan adanya tuduhan itu. Tuduhan mengatakan bahwa Sokrates tidak hanya menentang agama yang diakui oleh Negara, akan tetapi juga mengajarkan agama baru buatannya sendiri. Salah seorang yang mendakwanya yaitu Melithus, mengatakan bahwa dia adalah seorang tak-berTuhan dan menambahkan: Socrates berkata matahari adalah batu dan bulan adalah tanah. Socrates tentu saja mengatakan bahwa tuduhan baru yang mengatakan dia atheis ini bertentangan dengan dakwaan sebelumnya, dan selanjutnya ia memaparkan berbagai pendangan yang lebih luas.
Buku Apologi memberi gambaran jelas tentang sosok manusia tertentu: seorang manusia yang sangat percaya diri, berjiwa besar, tak peduli pada kesukaan duniawi, yakni bahwa ia dibimbing oleh suara illahi, dan yakin bahwa penalaran yang jernih adalah syarat terpenting untuk hidup secara benar. Dalam Apologi, Socrates membela dirinya bukanlah demi kepentingannya sendiri, melainkan demi kepentingan para hakim. Menurutnya, para hakim adalah nyamuk masyarakat, dikirim dewa ke negeri itu, dan tak mudah menemukan orang lain semacam dia (Socrates). Sokrates menjawab (menyangkal) tuduhan itu, dan menanyakan kepadanya , siapakah orang yang memperbaiki pemuda. Melithus menjawab mula-mula para hakim, kemudian terdesak sedikit mengatakan bahwa semua orang Athena kecuali Sokrates memperbaiki pemuda. Sokrates mengucapkan selamat bahwa Athena memiliki nasib baik untuk memiliki begitu banyak orang yang berusaha memperbaiki pemuda, dan orang-orang baik tentu lebih pantas untuk dipergauli dari pada orang jelek, maka dari itu ia tidak akan dapat menjadi begitu bodoh untuk dapat merusak mereka dengan sengaja. Setelah keputusan dibacakan, ia ditolak hukuman alternatif sebesar tiga puluh minae (yang untuk ini Socrates menyebut nama Plato sebagai salah seorang yang sanggup membayarnya, dan hadir dalam sidang itu), dan Sokrates menyampaikan pidato terakhiranya tentang kematian. Ia mengatakan bahwa kematian bukanlah akhir dari segalanya, kematian merupakan terpisahnya jasad dari ruh untuk melanjutkan ke dunia selanjutnya. Dalam proses pengadilan Socrates dinyatakan bersalah dengan suara 280 melawan 220 (Bertens, 1975:82). Ia dituntut hukuman mati. Sokrates dihukum mati dengan meminum racun, ada yang menyebutkan racun dari tumbuhan cemara, yang jelas racun itu yang berasal dari tumbuh-tumbuhan.
Cara matinya juga memberikan contoh, betapa seorang filosof setia kepada ajarannya dan tetap menggenggam teguh keyakinanya meskipun nyawa menjadi taruhannya. Sokrates telah meninggal dunia, tetapi nama dan pemikiran-pemikirannya tetap hidup untuk selama-lamanya. Socrates merupakan orang yang biasa-biasa saja, semua orang sepakat bahwa raut muka Socrates amat buruk, hidungnya papak dan perutnya begitu gendut; ia “lebih jelek ketimbang para Silenus dalam drama Satiris” (Xenopon, Symposium). Ia selalu mengenakan pakaian kumal dan tua, kemanapun ia pergi selalu bertelanjang kaki. Sikapnya yang tak peduli pada panas dan dingin, lapar dan haus mengherankan semua orang. Dalam Symposium, Alkibiades yang mengisahkan Socrates ketika menjalani tugas militer bahwa dia lebih tanggung dibandingkan teman-teman lainnya. Ketika dalam keadaan terputus dalam perbekalan dan terpaksa berangkat tanpa makanan, dia tetap perkasa dibandingkan yang lain. Pada saat itu cuaca sedang beku, tanpa menghiraukan rasa dingin dia tetap melangkah dengan pasti diatas tumpukan es yang membatu dengan berpakaian seperti biasanya, kumal dan bertelanjang kaki. Kemampuan mengendalikan semua nafsu jasmani terus-menerus ditonjolkan. Dia jarang minum anggur, namun selagi dia mau, dia lebih kuat minum dibanding semua orang.

B.     Pandangan Hidup “Socrates”

Kaum sofis hidup sejaman dengan Socrates, dan memang ada kesamaan pendapat diantara keduanya itu. Menurut Cicero, Socrates memindahkan filsafat dari langit ke bumi, artinya sasaran yang diselidiki bukan lagi jagat raya, melainkan manusia. Akan tetapi bukan hanya Socrates yang membuat demikian, kaum sofis juga. Mereka juga menjadikan manusia sasaran pemikiran mereka. Itulah sebabnya Aristophanes menyebut Socrates seorang sofis. Sekalipun demikian ada perbedaan yang besar antara Socrates dan kaum sofis. Filsafat Socrates adalah suatu reaksi dan suatu kritik terhadap kaum sofis. Sebutan “sofis” mengalami perkembangan sendiri. Sebelum abad ke-5 istilah itu berarti: sarjana, cendekiawan. Pada abad ke-4 para sarjana atau cendekiawan bukan lagi disebut “sofis”, tetapi “filosofis”, filsuf, sedang sebutan “sofis” dikenakan untuk para guru yang berkeliling dari kota ke kota untuk mengajar. Akhirnya sebutan “sofis” tidak harum lagi, karena seorang sofis adalah orang yang menipu orang lain dengan memakai alasan-alasan yang tidak sah. Para guru berkeliling itu dituduh sebagai orang-orang yang minta uang bagi ajaran mereka.
Ajaran bahwa semua kebenaran itu relatif telah menggoyangkan teori-teori sains yang telah mapan, mengguncangkan keyakinan agama. Ini menyebabkan kebingungan dan kekacauan dalam kehidupan. Inilah sebabnya Socrates bangkit. Ia harus meyakinkan orang Athena bahwa tidak semua kebenaran itu relatif, ada kebenaran umum yang dapat dipegang oleh semua orang. Sebagian kebenaran memang relatif, tetapi tidak semuanya. Sayangnya, Socrates tidak meninggalkan tulisan. Kaum sofis beranggapan bahwa semua pengetahuan adalah relatif kebenarannya, tidak ada pengetahuan yang bersifat umum. Dengan definisi itu Socrates dapat membuktikan kepada kaum sofis bahwa pengetahuan yang umum itu ada, yaitu definisi itu sendiri. Jadi, kaum sofis tidak seluruhnya benar, yang benar ialah sebagian pengetahuan bersifat umum dan sebagian bersifat khusus, yang khusus itulah pengetahuan yang kebenarannya relatif.
Ajarannya dapat diperolah dari tulisan murid-muridnya, terutama Plato. Bartens menjelaskan ajaran Socrates itu ditujukan untuk menentang ajaran relativisme sofis. Ia ingin menegakkan sains dan agama. Cara sokrates memberikan ajarannya adalah ia mendatangi orang dengan bermacam-macam latar belakang mereka, seperti: ahli politik, pejabat, tukang dan lain-lain. Metode itu bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Ia menganalisis pendapat-pendapat. Setiap orang mempunyai pendapat mengenai salah dan tidak salah, adil dan tidak adil, berani dan pengecut, dsb. Socrates selalu menanggapi jawaban pertama sebagai hipotesis dan dengan jawaban-jawaban lebih lanjut dan menarik konsekuensi-konsekuensi yang dapat disimpulkan dari jawaban-jawaban tersebut. Jika ternyata hipotesis pertama tidak dapat dipertahankan, karena menghasilkan konsekuensi yang mustahil, maka hipotesis itu diganti dengan hipotesis lain, lalu hipotesis kedua ini diselidiki dengan jawaban-jawaban lain, dan begitu seterusnya. Sering terjadi percakapan itu berakhir dengan aporia (kebingunan). Akan tetapi, tidak jarang dialog itu menghasilkan suatu definisi yang dianggap berguna. Metode yang biasa digunakan Socrates biasanya disebut dialektika. Menurut Plato, dialektika dalam pengertian sebagai metode untuk menggali pengetahuan dengan cara tanya jawab, bukan ditemukan oleh Socrates. Agaknya metode ini pertama kali dipraktikkan secara sistematis oleh Zeno, murid Parmenindes; dalam dialog Plato berjudul Parmenindes, Zeno mengungguli Socrates lewat cara yang sama dengan yang terjadi dalam dialog-dialog Plato lainnya di mana Socrates mengungguli orang-orang lain. Namun ada cukup alasan untuk menduga bahwa Socrates mempraktikkan sekaligus mengembangkan merode ini. Metode Socrates dinamakan dialektika karena dialog mempunyai peranan penting didalamnya. Sebutan yang lain ialah maieutika, seni kebidanan, karena cara ini Socrates bertindak seperti seorang bidan yang menolong kelahiran bayi “pengertian yang benar”.
Dengan cara bekerja yang demikian itu Socrates menemukan suatu cara berfikir yang disebut induksi, yaitu: menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal khusus. Misalnya: banyak orang yang menganggap keahliannya (tukang besi, tukang sepatu, pemahat, dll) sebagai keutamaannya. Seorang tukang besi berpendapat, bahwa keutamaannya adalah jikalau ia membuat alat-alat dari besi yang baik. Seorang tukang sepatu menganggap sebagai keutamaanya, jikalau ia membuat sepatu yang baik. Demikian seterusnya. Untuk mengetahui apakah “keutamaan” pada umumnya, semua sifat khusus keutamaan-keutamaan yang bermacam-macam itu harus disingkirkan. Tinggallah keutamaan yang sifatnya umum. Demikianlah dengan induksi itu sekaligus ditemukan apa yang disebut definisi umum. Definisi umum ini pada waktu itu belum dikenal. Socrateslah yang menemukannya, yang ternyata penting sekali bagi ilmu pengetahuan. Bagi Socrates definisi umum bukan pertama-tama diperlukan bagi keperluan ilmu pengetahuan, melainkan bagi etika. Yang diperlukan adalah pengertian-pengertian etis, seperti umpamanya: keadilan, kebenaran, persahabatan dan lain-lainya.
Socrates juga mengatakan bahwa jiwa manusia bukanlah nafasnya semata-mata, tetapi asas hidup manusia dalam arti yang lebih mendalam. Jiwa itu adalah intisari manusia, hakekat manusia sebagai pribadi yang bertanggung jawab. Oleh karena jiwa adalah intisari manusia, maka manusia wajib mengutamakan lebahagiaan jiwanya (eudaimonia = memiliki daimon atau jiwa yang baik), lebih dari pada kebahagiaan tubuhnya atau kebahagiaan yang lahiriah, seperti umpamanya: kesehatan dan kekayaan. Manusia harus membuat jiwanya menjadi jiwa yang sebaik mungkin. Jikalau hanya hidup saja, hal tersebut belum ada artinya. Pendirian Socrates yang terkenal adalah “Keutamaan adalah Pengetahuan”. Keutamaan di bidang hidup baik tentu menjadikan orang dapat hidup baik. Hidup baik berarti mempraktekkan pengetahuannya tentang hidup baik itu. Jadi baik dan jahat dikaitkan dengan soal pengetahuan, bukan dengan kemauan manusia.
Pada bagian kisah terakhir dalam hidup Socrates, dimana ia menyampaikan pandangan tentang apa yang terjadi sesudah mati, ia benar-benar yakin pada imortalitas. Socrates telah percaya bahwa ada kehidupan setelah mati, dan mati merupakan perpindahan jiwa manusia ke dunia selanjutnya. Orang mati hanya meninggalkan jasad. Socrates berpendapat bahwa ruh itu telah ada sebelum manusia, dalam keadaan yang tidak kita ketahui. Kendatipun ruh itu telah bertali dengan tubuh manussia, tetapi diwaktu manusia itu mati, ruh itu kembali kepada asalnya semua. Diwaktu orang berkata kepada Socrates, bahwa raja bermaksud akan membunuhnya. Dia menjawab: “Socrates adalah di dalam kendi, raja hanya bisa memecahkan kendi. Kendi pecah, tetapi air akan kembali ke dalam laut”. Maksudnya, yang hancur luluh adalah tubuh, sedangkan jiwa adalah kekal (abadi).




BAB III
KESIMPULAN

Socrates merupakan seorang filsuf Yunani kuno yang lahir di Athena pada tahun 470 SM yang merupakan tokoh paling penting dalam filosofis negara barat. Dia adalah orang yang sederhana, yang selalu berpakaian tua dan kumal serta tidak pernah memakai alas kaki. Dia adalah orang yang baik, jujur dan adil. Ayah Socrates adalah soorang pemahat patung dan ibu Socrates adalah seorang bidan yang kemudian dengan pekerjaan ibunya itu dia mendapat inspirasi tentang pemikiran yang dilakukan oleh seorang bidan. Filsafat Pra Sokrates hanya membahas tentang Obyek alam, sedangkan Sokrates disamping membahas alam juga membahas manusia, jiwa, dan yang lainya.
Dari hal tersebut timbullah pemikiran-pemikiran yang sangat bermanfaat sampai sekarang ini. Adapun pemikiran-pemikirannya adalah sebagai berikut:
·        Pemikiran tentang adanya kebenaran umum, karena Socrates berfikir bahwa tidak semua kebenaran itu bersifat relatif atau disebut juga cara berfikir induksi, yaitu menyimpulkan pengetahuan yang sifatnya umum dengan berpangkal dari banyak pengetahuan tentang hal yang bersifat khusus.
·        Metode dialektika, yang sebenarnya telah diterapkan oleh seorang filsuf bernama Zeno yang merupakan murid dari Parmenindes. Meskipun demikian, Socrateslah yang mengembangkan metode ini. Cara kerjanya adalah seperti nama metodenya yaitu dengan cara bertanya-jawab atau berdialog. Metode ini juga disebut dengan maieutika atau seni kebidanan.
·        Pemikiran tentang “keutamaan adalah pengetahuan” jadi semua hal dikaitkan dengan pengetahuan yang telah ada. Bahkan Socrates telah menjelaskan bahwa baik dan jahat dalam kehidupan manusia dikaitkan dengan pengetahuan, bukan dengan kemauan manusia.
·        Pemikiran tentang adanya manusia yang abadi atau imortalitas. Socrates berpendapat bahwa orang yang mati hanya meninggalkan jasad, dan ruhnya akan menuju ke alam selanjutnya.


DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar